Jakarta – Narasi “Indonesia gelap” kerap dimanfaatkan untuk memecah-belah masyarakat. Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPR, Cucun Ahmad Syamsurijal, dan Pengamat Kebijakan Publik, Dr. Jhon Tuba Helan, menyerukan penolakan provokasi dengan sikap cerdas dan kritis. Mereka menekankan bahwa kritik harus berbasis fakta dan disalurkan lewat saluran resmi.
Cucun menegaskan, DPR menyediakan mekanisme hak interpelasi dan rapat dengar pendapat untuk menampung aspirasi.
“Semua ini pemerintah lagi bekerja,” ujarnya, menepis klaim kelam tentang kinerja pemerintahan Presiden Prabowo.
Baginya, wacana pemakzulan dan narasi “Indonesia gelap” tanpa dasar hanya akan mengganggu fokus program strategis, seperti pembangunan infrastruktur dan reformasi birokrasi.
Sementara itu, Dr. Jhon Tuba Helan mengingatkan pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam memahami visi-misi pemimpin terpilih.
“Para pemimpin terpilih punya visi misi…kita sebagai warga negara harus mendukung, menjalani kebijakan itu sehingga tidak terjadi kekisruhan,” paparnya.
Ia menambahkan bahwa realitas demokrasi di Indonesia masih menantang karena rendahnya literasi politik di beberapa daerah.
“Rakyat…sering dimobilisasi oleh elite politik…sementara mereka sendiri tidak mengetahui secara benar kebijakan itu bermanfaat bagi rakyat atau tidak,” kata Jhon.
Oleh karena itu, ia mendorong masyarakat untuk mengikuti seminar dan lokakarya kebijakan publik guna meningkatkan pemahaman. Dengan begitu, kritik akan menjadi alat perbaikan, bukan propaganda yang memecah belah.
Keduanya sepakat memadukan kekuatan DPR dan kalangan pengamat untuk memperkuat dialog konstruktif. Cucun berencana memperkuat panitia kerja untuk evaluasi kebijakan, sedangkan Jhon akan menggandeng perguruan tinggi dan lembaga riset untuk menyelenggarakan pelatihan literasi politik. Sinergi ini diharapkan dapat mematahkan provokasi “Indonesia gelap” dan memfokuskan energi publik pada dukungan percepatan pembangunan.[]